Karomah
artinya kemuliaan, yang diberikan Allah untuk hambaNya yang cinta
kepada Allah Swt. Dan karomah auliya (para wali) itu bukan tujuan
(ghayah). Dalam ibadah mereka bukan untuk mencapai martabat karomah atau
supaya mendapatkan karomah. Tapi semata-mata karena Allah Swt.,
merupakan fadhal Allah Swt.
Sebab,
karomah itu sendiri bagi orang-orang yang belum mampu (kuat) sedang ia
mengejar tentang karomah itu maka yang muncul adalah fitnah. Bukan
fitnah antar manusia yang percaya dan tidak percaya (terhadap karomah),
melainkan fitnah mengundang dirinya sendiri yang tidak terjaga oleh
Allah Swt. hingga ia sendiri terjerumus.
Diantaranya
(terjerumus pada) sifat ananiyah (akuisme/egoisme), yang terkadang
balapan dengan fadhalnya Allah Swt. Pemberian dari Allah Swt. ditutupi
dengan sifat ananiyah-nya sendiri. Yang akhirnya tidak mampu membawa
kemuliaan dari Allah, tapi justeru yang dibawa adalah ananiyah sendiri.
Contohnya, ada seseorang yang kebetulan omongannya selalu diijabah oleh
Allah Swt. Sedangkan Allah mengijabahkan kepada hambaNya bukanlah suatu
kebetulan. Allah Swt. memberikan karomah tidak berbentuk kebetulan.
Kalau kebetulan berbau keterpaksaan.
Jadi
jika Allah Swt. menghendaki memberi, ya memberi. Tinggal tergantung
yang diberi itu sendiri mampu atau tidak membawa karomah. Jangankan
kromah, nikmat saja terkadang setengah mati untuk membawa nikmat
dibelanjakan (tasharruf) kepada sesuatu yang meningkatkan taatnya kepada
Allah Swt. dan Baginda Nabi Saw. Lebih dekat lagi taat kepada dua
orangtua yang telah membesarkan kita semuanya hingga kita bisa berbakti
kepada keduanya. Sehingga kita mampu membawa bakti kita kepada orangtua
untuk taat kepada Allah Swt. dengan nikmat tersebut, yakni bisa taat
kepada dua orangtua.
Jadi
taat kepada dua orangtua itupun termasuk karomah, kemuliaan dari Allah
Swt. untuk kita. Bagaimana tidak, Nabi Saw. dalam sabdanya:
رِضَى اللهِ فِيْ رِضَى الْوَالِدَيْنِ
“Ridha
Allah tergantung pada keridhaan dua orangtua.” Kalau umat kepada
nabinya berarti, “Ridha Allah tergantung pada keridhaan RasulNya.”
Karomah
yang tidak disertai dengan keridhaan Allah bisa menjurus kepada
istidraj. Dibuktikan dengan ‘Aku’nya lebih dulu. Semisal ada suatu
kejadian bertepatan dengan apa yang diomongkan, dia akan berkata, “Benar
kan apa yang saya katakan”. Tidak menunjukkan ketawadhu’annya setelah
dia mengucapkan hal demikian.
Tapi
kalau orang-orang yang tahu dan mampu membawa karomah, ketika
mengucapkan hal itu ia akan malu kepada Allah Swt., dan semakin malu.
Karena, tenryata karomah (kemuliaan) yang diberikan kepada dirinya,
sadar atau tidak, mana mungkin kita mulia jika Allah tidak memberikan
kemuliaan tersebut. Mulia yang paling utama diantaranya adalah dapat
fadhal, dapat taufiq dari Allah Swt. berupa nikmat iman dan Islam.
Sehingga kita kenal kepada Allah Swt. dan kenal kepada Rasulullah Saw.;
mana yang wajib-mustahil-jaiz Allah dan mana yang wajib-mustahil–jaiz
bagi Rasulullah Saw. Semakin kenal dan ingin dikenal oleh Allah Swt. Ini
tingkat awal.
Kalau
tingkatan orang-orang yang hatinya bersih, hatinya ta’alluq
(bergantung) mutlak kepada Allah Swt., tidak ada hatinya terisi kecuali
Allah Swt., terpaut dalam hatinya tak pernah terlepas sekejap matapun
dari Allah Swt., tidak pernah lupa kepada Allah Swt., diberikan karomah
apapun ia tidak akan menengok ke karomahnya itu. Justru jika diberikan
karomah oleh Allah Swt., maka ia akan semakin malu kepada Allah Swt. dan
terus berintrospeksi. Dia takut kalau-kalau karomah yang ada dalam
dirinya tidak disertai ridha Allah Swt. Inilah tingkatan para wali
Allah.
Dzuhurul
(nampaknya) karomah itu untuk menolong iman-iman kita yang terkadang
tipis. Karena yang tahu tebal-tipisnya iman hanya Allah Swt. dan diri
kita sendiri. Maka jangan gampang-gampang mengatakan “mereka itu imannya
tipis-tipis”, karena hal itu mengindikasikan dirinya mengaku beriman
tebal dan lebih tahu.
Ada
juga karomah untuk menolong orang awam. Seperti kisah
karomah/mukjizatnya para nabi terdahulu dalam al-Quran, seperti Nabi
Uzair, Nabi Musa, Nabi Isa, dlsb. Dan juga karomahnya Ashif bin Barkhiya
yang bisa memindahkan istana Ratu Bilqis di jaman Nabi Sulaiman As.
Kita percaya adanya itu.
Tapi
setelah kita dengan para wali Allah, yang dekat disisi Allah Swt.,
mereka diberi karomah-karomah oleh Swt. semisal bisa menghidupkan orang
mati seperti mukjizatnya Nabi Isa As., terkadang setan membisiki orang
awam tersebut sehingga mempertanyakan (meragukan) kebenarannya. Yang
sebetulnya adalah untuk menambah keyakinan bahwa ternyata benar
karomah-karomah para wali terdahulu. Dalam tasawuf karomah ini dibahas
agar jangan sampai kita tertipu oleh nafsunya sendiri atas fadhal yang
diberikan dari Allah Swt.
Dan
terakhir saya mengundang, undangan ini bersifat umum siapa saja bisa
hadir, bahwa Maulid Akbar dilaksanakan nanti tanggal 8 Januari 2016.
(Disampaikan oleh Maulana Habib Luthfi bin Yahya pada Pengajian Rutin
Jum’at Kliwon 16 Desember 2016. *Ibj).
Lihat video dokumentasinya:


No comments:
Post a Comment